The dynamics of political contestation within Nahdlatul Ulama’s 34th Muktamar

Dinamika protes politik dalam Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama

Dinamika protes politik dalam Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama – Pada Desember 2021 Nahdlatul Ulama (NU) menjadi pusat wacana sosial dan politik di Indonesia akibat perdebatan muktamarnya. Perdebatan berkisar dari mempercepat atau menunda muktamar menyusul pembatasan pemerintah terhadap kegiatan COVID-19, hingga dukungan pemerintah untuk calon favorit Presiden Joko Widodo.

Kemesraan Jokowi dengan calon Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dan posisi abang Yahya sebagai menteri agama dinilai partisan.

Perbedaan dalam menangani masalah menciptakan perpecahan yang kuat antara faksi-faksi politik dan mencerminkan dinamika kontestasi politik. https://www.premium303.pro/

The dynamics of political contestation within Nahdlatul Ulama’s 34th Muktamar

Karena muktamar telah menarik perhatian publik dan memiliki implikasi yang lebih luas bagi politik Indonesia, tiga pertanyaan utama menangkap dinamika kontestasi politik PBB: Bagaimana sejarah membentuk karakter organisasi PBB dan dinamika kontestasi politik internalnya. ?

Apa faksi utama dalam protes dan bagaimana mereka terbentuk? Bagaimana masing-masing faksi memanfaatkan, mempertahankan, dan mengerahkan kekuatannya atas yang lain?

Kepemimpinan NU mengakar kuat dalam jaringan budaya pesantren dan kyai, terutama melalui Jawa. Landasan sosial ini sudah terbentuk jauh sebelum organisasi formalnya berdiri.

Struktur organisasi PBB hanyalah formalisasi dari jaringan dan hierarki budaya itu. Namun, karena ulama PBB, atau pemimpin karismatik, berakar di pesantren dan menghabiskan sebagian besar waktu mereka di sana, para pendiri PBB telah membentuk badan untuk memperluas jangkauan ulama dan mengelola rutinitas organisasi PBB di Jakarta.

Oleh karena itu, ada dua kamar utama dalam struktur organisasi NU: syuriyah (Majelis Tertinggi) dan Tanfidziah (Dewan Eksekutif).

Yang pertama terdiri dari kyai atau pemimpin karismatik hierarkis yang membuat keputusan strategis dan berprinsip sedangkan yang kedua adalah mereka yang bertugas melaksanakan keputusan yang dibuat oleh syuriyah.

Struktur aslinya berubah secara signifikan setelah PBB menjadi partai independen, menyusul disosiasinya dari Partai Masyumi pada tahun 1952.

Sejak itu, sebagai partai politik, organisasi tersebut membutuhkan peran tanfidziah yang jauh lebih besar sebagai badan eksekutif.

Meskipun peran masing-masing dari kedua kamar ini dipulihkan setelah NU kembali ke misi aslinya (Kembali ke Khittah 1926) dan pemisahannya dari PPP pada tahun 1984, peran paling penting bagi tandfiziyah berlangsung selama lebih dari tiga dekade.

Karena peran syuriyah telah dipulihkan sebagian, baik tandfiziyah dan, pada tingkat lebih rendah, syuriyah menjadi sama pentingnya dan posisi teratas di kedua kamar sangat diperebutkan di setiap muktamar.

Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan bagaimana perebutan posisi puncak dalam syuriyah, Rais Aam (Presiden Jenderal), telah menjadi bagian dari permainan politik dan bagaimana hal itu mempengaruhi dinamika politik muktamar yang lebih luas.

Muktamar NU ke-34 di Lampung mencerminkan pola ini. Protes keras juga terjadi di kamar Syuriyah. Miftachul Akhyar (Kyai Miftach) sebagai Rais ‘Aam tampaknya mencari posisi tetap, ia sangat terlibat dalam sengketa tanggal muktamar.

Dalam aliansi dekatnya dengan Gus Yahya, yang mencari posisi presiden tanfidziyah, ia melakukan manuver taktis untuk mengontrol permainan politik.

Ketika perselisihan antar faksi politik tentang apakah akan mempercepat atau menunda program muktamar berkobar, Aam Kyai Miftach Rais sebagai aktor berusaha menggunakan hak eksklusifnya untuk memveto penetapan program tersebut.

The dynamics of political contestation within Nahdlatul Ulama’s 34th Muktamar

Dengan Gus Yahya, dia tertarik untuk mengantisipasi program tersebut, sementara Said Aqil Siraj (Kyai Said) meminta penundaan hingga akhir Januari 2022, karena situasinya yang kurang siap menghadapi perselisihan.

Di ruang tanfidziah, sebelum dipersempit menjadi Kyai Said dan Gus Yahya, beberapa nama diperkirakan bakal bersaing memperebutkan kursi presiden, di antaranya Marzuqi Mustamar (Kyai Mustamar) dan As’ad Ali (Kyai As’ad).